Kamis, 06 Januari 2011

Etika

ETIKA
Daftar Isi

BAB 1 ETIKA 1
A. Pengertian etika……………………………………………………….….1
B. Macam – macam etika…….………………………………………….….2
C. Etika terbagi atas……………………………………………………........3
BAB 2 NORMA DAN KAIDAH 4
A. Aspek kehidupan pribadi ( individual )………………………………..5
B. Aspek kehidupan antar pribadi ( bermasyarakat )…………………..6
BAB 3 ETIKET 7
A. Pandangan tentang teori etika…………………………………………..8
B. Kode etik profesi akuntansi……………………………………………...9










BAB 1
ETIKA
A.Pengertian etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti sikap, cara berfikir, watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya identik atau berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin¬dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika merupakan cabang dari filsafat etika mencari ukuran baik buruk’a dari tingkah laku manusia. Etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya.
Etika adalah merupakan suatu cabang ilmu filsafat, tujuannya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai yang dapat diterima oleh suatu golongan tertentu atau individu.

Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu:
• Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
• Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.


Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)

B.Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai¬-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin¬dak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da¬pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Etika terbagi atas :
a. Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
b. Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
• Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
• Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi¬dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
• Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.










BAB 2
NORMA DAN KAIDAH
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah nor¬ma-norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupa¬kan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan de¬ngan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlu¬kan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara dan terjamin.
Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman.
Norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk ber¬buat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada ma¬nusia bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).
Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.




Tetapi dalam ke¬hidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
• Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya.
• Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap “intrupsi” ada¬lah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada disekitarnya.
• Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahu¬an pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara mau¬pun perdata (ganti rugi).
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4) kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai berikut:

A.Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:
• Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman.
• Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah).






B. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:
• Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat (pleasantliving together).
• Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ke¬tertiban, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman (peaceful living together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang cu¬kup penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai mo¬ral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial atau berma¬syarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib dipatuhi dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan ke¬wajibannya dengan baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia.
Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam mem¬berikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Peng¬ambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah memperhi¬tungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus me¬miliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah di¬tujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).



BAB 3
ETIKET
A.Pengertian Etiket
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal ke¬dua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada per¬samaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah ber¬kaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi un¬tuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan.
Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan si kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat ter¬tentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umum¬nya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan be¬nar sesuai dengan yang diharapkan.
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya pe¬nuh dengan sopan santun dan kebaikan.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.


A. Pandangan tentang teori etika :
1. Etika Deontologi

a. Berasal dari kata yunani “ Deon “ yang berarti kewajiban atau sesuai dengan prosedur.
b. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu bersifat mengikat betapapun akibatnya menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak baik.
c. Tantangan dalam penerapan deontology adalah membedakan mana yang tugas, kewajiban, prinsip yang didahulukan.

2. Etika Teleologi

a. Berasl dari kata yunani “telos”, yang berarti tujuan, sasaran atau hasil.
b. Etika ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu atau berdasarkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
c. Tantangan yang dihadapi adalah kesulitan dalam mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan dalam mengevaluasi segala kemungkinan konsekuensi dari keputusan yang diambil.

3. Etika Keutamaan

a. Etika ini mengutamakan pembangunan karakter moral pada diri setiap orang.
b. Pendekatan ini berguna dalam menentukan individu yang bekerja dalam sebuah komunitas professional yang telah mengembangkan norma dan standar yang cukup baik.







B.KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Disamping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

pengertian akuntansi perbankkan syariah

Akuntansi Perbankan Syariah
a. Definisi
Pengertian bank menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) adalah lembagayang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yangmemilki dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yangberfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Pengertian bank menurut UU no. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah:“bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuksimpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan tarafhidup rakyat banyak, sedangkan bank umum adalah bank yang dapat memberikanjasa dalam lalu lintas pembayaran”. Siamat (2005) mengemukakan bahwaperbankan
syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang dalam usahanya didasarkan
pada prinsip-prinsip hukum atausyariah Islam dengan mengacu kepada al-Qur’andan al-Hadits,beroperasi dengan mengikuti ketentuan-ketentuansyariah Islam,khususnya menyangkut tata cara bermuamalat misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atasdasar bagi hasil pembiayaan.

b. Karakteristik

1. Karakteristik bank konvensional
Anonimous(2001) menjelaskan bahwa karakteristik bank konvensional
meliputi beberapa hal:
a. Merupakan industri yang kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan
masyarakat sehingga tingkat kesehatan bank perlu dipelihara
b.Pengelola bank dalam usahanya dituntut untuk senantiasa menjagakeseimbangan antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dan pencapaianrentabilitas yang wajar serta pemenuhan kebutuhan modal yang memadaisesuai dengan jenis penanamannya.
c.Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan bagian dari sistemmoneter mempunyai kedudukan yang strategis sebagai penunjangpembangunan ekonomi

2. Karakteristik banksyariah
Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menyebutkan bahwa karakteristik bank
syariahada lah:
1. Berdasarkan prinsipsyariah
2.Implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri:
a.Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
b.Tidak mengenal konsep time-value of money
c.Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan
1.Beroperasi atas dasar bagi hasil
2.Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
3.Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
4.Azas utama : kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
5. Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, dapat
melakukan transaksi-transaksi sektor riil

c. Tujuan laporan keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menyatakan bahwa tujuan laporan keuanganbanksyariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan secara umum yaitumenyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahanposisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakaidalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun laporan keuangan banksyariahmemiliki beberapa tambahan antara lain menyediakan:
a.Informasi kepatuhan bank terhadap prinsipsyariah, serta informasipendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsipsyariah bila ada danbagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya
b.Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bankterhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya padatingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntunganinvestasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat; dan

c.Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan
penyaluran zakat.

d. Asumsi dasar
Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menjelaskan bahwa asumsi dasar konsepakuntansi banksyariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secaraumum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) atas dasar akrual.Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas



ref : http://onichanissmartwomen.blogspot.com/2010/05/akuntansi-perbankan-syariah.html

jurnal CSR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN
INFORMASI SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK JAKARTA

ANDRE CHRISTIAN SITEPU
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
HASAN SAKTI SIREGAR
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Abstract
The purpose of this research is to examine the effect of corporate characteristics, consist of size of board of commisioner, leverage, company size and profitability to corporate social responsibility disclosure. This research can explain the decision making about the corporate social responsibility disclosure done by manufacturing companies listed in JSX for the year 2007. The data used are in form of annual reports from 33 companies used as sample for the year 2007. The statistical methods use in this research is multiple regressions. The result of this research shows that size of board of commisioner and profitability have significant effect to corporate social responsibility disclosure , while leverage and company size have insignificant efect to corporate social responsibility disclosure.

Keywords : Corporate Characteristics, Corporate Social Responsibility Disclosure

Pendahuluan

Sejarah perkembangan akuntansi, yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal. Dengan keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia.
Di dalam akuntansi konvensional (mainstream accounting), pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan bondholders sedangkan pihak yang lain sering diabaikan. Dewasa ini tuntutan terhadap perusahaan semakin besar. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga karyawan, konsumen serta masyarakat. Akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial, yang menuntut diungkapkannya informasi pertanggungjawaban sosial oleh perusahaan.
Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut.
Berdasarkan penelitian Hackston & Milne (1996) ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan signifikan dengan pengungkapan informasi sosial, sebaliknya tidak ditemukan hubungan antara laba dengan pengungkapan informasi sosial. Fitriani (2001) menemukan bahwa pengungkapan informasi sosial dipengaruhi oleh size perusahaan, status perusahaan, profitabilitas dan KAP. Penelitian Sembiring (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan, profile dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan, namun tidak menemukan hubungan signifikan antara profitabilitas dan leverage dengan pengungkapan informasi sosial. Anggraini (2006) menemukan hubungan signifikan antara persentase kepemilikan manajemen dengan pengungkapan informasi sosial, namun tidak berhasil membuktikan pengaruh ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas terhadap kebijakan pengungkapan informasi sosial oleh perusahaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas memiliki pengaruh terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan baik secara simultan maupun secara parsial? Berdasarkan rumusan masalah penelitiannya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan, dan tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan baik secara simultan maupun secara parsial.

Tinjauan Pustaka

2.1. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial

Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004). Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Darwin (2004) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Selanjutnya tiga kinerja utama ini dibagi dalam beberapa subkategori. Pembagian Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin dapat dilihat pada lampiran 1.


2.2. Tujuan Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan

Pada dasarnya tujuan akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan adalah menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh kegiatan perusahaan kepada masyarakat. Pengaruh kegiatan perusahaan ini bisa negatif, yang berarti menimbulkan biaya sosial pada masyarakat, atau positif, yang berarti menimbulkan manfaat sosial pada masyarakat.

2.3. Pengungkapan Dalam Laporan Tahunan

Pengungkapan (disclosure) didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian optimal pasar modal secara efisien (Hendriksen, 1996). Dalam interpretasi yang lebih luas, pengungkapan terkait dengan informasi baik yang terdapat dalam laporan keuangan maupun komunikasi tambahan (supplementary communication) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal laporan, analisis manajemen atas operasi perusahaan di masa datang, prakiraan keuangan operasi, serta informasi lainnya (Wolk dan Tearney dalam Widiastuti, 2000).
Selain itu tujuan pengungkapan dalam hal ini yang berkaitan dengan akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh perusahaan terhadap masyarakat. Pengaruh kegiatan ini bisa bersifat negatif, yang berarti menimbulkan biaya sosial pada masyarakat. Sebaliknya pengungkapan dapat bersifat positif, yang berarti menimbulkan manfaat sosial bagi masyarakat (Yuningsih, 2001).

2.4. Pelaporan Informasi Sosial dan Pemilihan Kebijakan Akuntansi

Pengungkapan sosial perusahaan bersifat sukarela (voluntary disclosure), yaitu diungkapkan oleh perusahaan secara sukarela tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial masih belum memiliki standar yang baku, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi sosial bergantung kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini mengakibatkan timbulnya variasi luas pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan.
Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor luas pengungkapan [Lang and Lundholm (1993) dalam Anggraini (2006)]. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

Financial Leverage
Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur [Schipper (1981) dalam Marwata (2001) dan Meek, et al (1995) dalam Fitriany (2001)] Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

Ukuran Perusahaan
Bukti bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran perusahaan telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Menurut Meek, Roberts dan Gray (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.

Profitabilitas
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham [Heinze (1976) dalam Hackston & Milne (1996)]. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial. Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial.














2.5. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas maka kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Menurut Coller dan Gregory dalam Sembiring (2005), ada hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan jumlah informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Tekanan terhadap manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial akan bertambah besar dengan semakin besarnya ukuran dewan komisaris.
Berbagai penelitian seperti Belkaoui dan Karpik (1989), Hackston dan Milne (1996), dan Sembiring (2005) menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan informasi sosial. Hal ini dikaitkan dengan pendapat bahwa perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) serta Schipper (1981) menyatakan adanya hubungan positif antara tingkat leverage dan junlah informasi sosial. Schipper (1981) berpendapat bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan sebaliknya, bahwa semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, salah satunya dengan mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk pengungkapan informasi sosial.
Secara teoritis, menurut Heinze (1976) dalam Hackston & Milne (1996) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sebaliknya, seperti dinyatakan oleh Donovan dan Gibson (2000) dalam Sembiring (2005), profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

2.6. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas memiliki pengaruh terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan baik secara simultan maupun secara parsial.


3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut Sugiyono (2006:11) penelitian asosiatif kausal adalah “penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain”. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor manufaktur yang telah terdaftar (listing) di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2007.
Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Peneliti menetapkan dua kriteria pengambilan sampel, yaitu:
1. perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan lengkap (termasuk catatan atas laporan keuangan) dan laporan tahunan melalui situs Bursa Efek Indonesia,
2. perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang mengungkapkan informasi sosial melalui laporan tahunannya.
Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik. Sumber data penelitian ini merupakan data sekunder, berupa laporan keuangan dan laporan tahunan yang dipublikasikan di Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2007.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah pengungkapan informasi sosial, yang dinyatakan dalam indeks pengungkapan informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunannya. Penghitungan indeks pengungkapan informasi sosial akan dilakukan sesuai dengan kategori informasi sosial menurut Darwin (2004). Variabel-variabel independen, yaitu faktor-faktor yang akan diuji pengaruhnya terhadap kebijakan perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi sosial adalah ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.

4. Metode Analisis Data

4.1. Pengujian Asumsi Klasik

Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dengan bantuan software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Pengujian meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskesdastisitas dan uji autokorelasi.

4.1.1. Uji Normalitas
Uji Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov seperti yang terdapat dalam lampiran 2 dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0.714>0.05.

4.1.2. Uji Multikolinearitas
Pengujian bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel-variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable Inflation Factor) dan toleransi. Semua variabel independen memiliki VIF sekitar 1, atau VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen lebih besar dari 0,1 (tolerance>0,1) Dengan demikian disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi ini.

4.1.3. Uji Heteroskesdastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Setelah diuji dengan grafik scatterplot dapat dilihat bahwa tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.

4.1.4. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Dari tabel Durbin-Watson dapat dilihat bahwa untuk jumlah sampel sebanyak 33 dan variabel bebas sebanyak 4 maka Dl= 1.19 dan Du= 1.73. Maka nilai D-W berada di antara 4- Du dan Dl (2,27>1,858>1,19). Hal ini bermakna bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi.


4.2. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)

Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada di atas 0,5 dan mendekati 1. Adapun koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan dengan merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi () mencerminkan kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,626 berarti bahwa korelasi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya adalah kuat dengan didasarkan pada nilai R yang berada di atas 0,5. Nilai (Adjusted R Square) menunjukkan nilai 0,305, artinya keempat variabel independen dalam penelitian yaitu ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas dapat menjelaskan 30,5% dari jumlah informasi sosial yang diungkapkan. Adapun sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.

4.3. Pengujian Hipotesis

Dari hasil analisis regresi, didapat F-hitung adalah 4,513 dengan signifikansi sebesar 0,006 (p = 0,006; p < 0,05). Adapun nilai F tabel untuk α = 0,05 dengan pembilang sebesar 4 dan penyebut sebesar 32 adalah 2,67. Maka diperoleh bahwa F hitung > F tabel (4,513 > 2,67). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan dipengaruhi secara simultan atau bersama-sama oleh ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
Dari hasil uji t dapat diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

IS= -0,335 + 0,034KOM + 0,051 LEV + 2,480 PM + 0,025 Ln_SIZE
Setelah diuji melalui uji t, dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Ukuran dewan komisaris memiliki nilai signifikansi sebesar 0,045 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 2,104. Nilai t hitung ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,0395 (2,104 > 2,0395). Maka disimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.
Tingkat leverage memiliki nilai signifikansi sebesar 0,205 yang berarti nilai ini lebih besar dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 1,296. Nilai t hitung ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,0395 (1,296 < 2,0395). Maka disimpulkan bahwa tingkat leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.
Ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,307 yang berarti nilai ini lebih besar dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 1,040. Nilai t hitung ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,0395 (1,040 < 2,0395). Maka disimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.
Profitabilitas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,026 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 2,355. Nilai t hitung ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,0395 (2,355 > 2,0395). Maka disimpulkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.

4.4. Pembahasan Hasil Analisis

Hasil analisa statistik menunujukkan bahwa secara simultan, variabel ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan sebesar 30,5% (Adjusted=0,305). Sisanya sebesar 69,5% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan. Tingkat Adjusted yang rendah ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel lain sebagai penduga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun demikian, apabila dilihat dari signifikansinya, secara simultan variabel yang digunakan berpengaruh secara signifikan dengan nilai F hitung sebesar 4,513 yang lebih besar dari F tabel (4,513 > 2,67) dan p = 0,006 ( p <0,05).
Dalam pengujian secara parsial ditemukan bahwa dua variabel independen yaitu ukuran dewan komisaris dan tingkat profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan, sedangkan dua variabel independen lainnya yaitu tingkat leverage dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan.


5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis dan melakukan pembahasan dalam penelitian ini, penulis memberikan lima kesimpulan sebagai berikut:
penelitian ini memberikan hasil bahwa ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas secara bersama-sama atau simultan memiliki kemampuan mempengaruhi jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat kepercayaan 95%,
penelitian ini sejalan dengan penelitian Sembiring (2005) memberikan hasil bahwa secara parsial, ukuran dewan komisaris secara statistik berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat kepercayaan 95% ,
penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitriany (2001) memberikan hasil bahwa secara parsial, profitabilitas secara statistik berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat kepercayaan 95% ,
penelitian ini sejalan dengan penelitian Sembiring (2005) dan Anggraini (2006) memberikan hasil bahwa secara parsial, tingkat leverage secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat kepercayaan 95%,
penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggraini (2006) memberikan hasil bahwa secara parsial, ukuran perusahaan secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tingkat kepercayaan 95%.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam penelitian-penelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:
1. dalam penelitian ini sampel yang digunakan hanyalah perusahaan manufaktur saja sehingga perusahaan yang dijadikan sampel tidak dapat mewakili keseluruhan perusahaan yang ada di Indonesia,
2. periode waktu yang diambil dalam penelitian ini hanya tahun2007, sehingga kondisi tersebut tidak dapat digeneralisir untuk hasil penelitian yang telah ada,
3. variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya lima yaitu, empat variabel independen ; ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas serta satu variabel dependen, jumlah informasi sosial yang diungkapkan, sehingga variabel-variabel independen tersebut tidak begitu mampu menjelaskan jumlah informasi sosial yang diungkapkan.

5.3. Saran

Berdasarkan keterbatasan di atas penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
analisis regresi dalam penelitian ini menghasilkan Adjusted R Square () yang cukup rendah walaupun model regresinya secara statistik signifikan dalam menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen, dengan demikian penelitian selanjutnya dapat menambahkan atau menggunakan variabel lain seperti profile, jenis maupun status perusahaan untuk menjelaskan jumlah informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan,
peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang lebih besar,
bagi peneliti selanjutnya, item-item pengungkapan informasi sosial hendaknya senantiasa diperbaharui sesuai kondisi masyarakat serta peraturan yang berlaku, hal ini mungkin dapat dilakukan dengan melibatkan para aktivis sosial serta pihak berwenang terkait dengan masalah sosial.

REFERENCES

Anggraini, Fr.Reni Retno, 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
Arifin Sabeni, 2002. “An Empyrical Analysis of The Relation Between The Board of Director’s Composition and the Level of Voluntary Disclosure”, Prooceedings For The Fifth Indonesian Conference On Accounting, No. 5 hal. 46-57.
Belkaoui, Ahmed and Philip G. Karpik, 1989. “Determinants of the Corporate Decision to Disclose Sosial Information”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 2 No. 1, p. 36- 51.
Chwastiak, Michele, 1999. “Deconstructing the Pincipal-Agent Model: A View From the Bottom”, Critical Perspectives on Accounting, p. 425-441.
Darwin, Ali, 2004. “Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia”, Konvensi Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan, Yogyakarta.
Dellaportas, S.; Gibson, K.; Alagiah, R.; Hutchinson, M.; Leung, P and Von Homrigh, 2005. Ethics, Governance and Accountability: A Professional Perspective, John Wiley and Sons, Milton.
Erlina dan Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, USU Press, Medan.
Fitriany, 2001. “Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung.
Gray, Rob; Reza Kouhy and Simon Lavers, 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 8 No. 2, p. 47-77.
Hackston, David and Markus J. Milne, 1996. “Some Determinants of Social and Environmental Disclosure in New Zealand Companies”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 9 No. 1, p. 77-100.
Hadibroto, 1990. Masalah Akuntansi, Buku Empat, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Hendriksen, Eldon S, 1998. Teori Akuntansi, Penerbit AK Group, Yogyakarta.
Jerry, 2005. “Suatu Tinjauan Mengenai Pelaporan Akuntansi Sosial”, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol 4 No.2, hal. 18-25.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.
Kholis, Azizul dan Azhar Maksum, 2003. “Analisis Tentang Pentingnya Tanggung Jawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan (Corporate Responsibilities and Social Accounting)”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.3 No.2, hal 101-132.
Komar, Seful, 2004. “Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Accounting) dan Korelasinya dengan Akuntansi Islam”, Media Akuntansi, Edisi 42/Tahun XI, hal. 54-58.
Lewis, Linda and Jeffrey Unerman, 1999. “Ethical Relativism: A Reason for Differences in Corporate Social Reporting”, Critical Perspectives on Accounting, Vol. 10, p. 521-547.
Mangos, Nicholas C. and Neil R. Lewis, 1995. “A Socio-Economic Paradigm for Analysing Managers’Accounting Choice Behaviour”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 8 No. 1, p. 38-62.
Mardiyah, Aida Ainul, 2002. “Pengaruh Informasi Asimetri dan Disclosure terhadap Cost of Capital”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5 No. 2, Mei, hal. 229-256.
Marwata, 2001. “Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia”, Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung.
Naim, Ainun dan Fuad Rachman, 2000. “Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 15.No 1.hal.70-82.
Parker, L.D., 1987, “The Impact of Corporate Characteristic on Social Responsibility Disclosure: A Typology and Frequency Based Analysis”, Accounting, Organization and Society, Vol.12 No.2.
Patten, D.M., 1991, “Exposure, Legitimacy, and Social Disclosure”, Journal of Accounting and Public Policy, Vol.10.
Umar, Husein, 2003. Metode Riset : Akuntansi Terapan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ramanathan, K.V., 1976. “Toward A Theory Of Corporate Social Accounting”, The Accounting Review, Vol.51 No.3.
Roberts, R.W., 1992. “Determinants Of Corporate Social Responsibility Disclosure: An Application Of Stakeholder Theory”, Accounting, Organisations and Society, Vol. 17 No. 6, pp. 595-612.
Sembiring, Eddy, 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan tanggung Jawab Sosial : Study Empiris Pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo
Scott, William R, 1997. Financial Accounting Theory, Prentice Hall, New Jersey.
Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Supranto, J, 2001. Statistik : Teori dan Aplikasi, Erlangga, Jakarta.
Utomo, Muhammad Muslim, 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara Perusahaan High Profile dan Low Profile)”, Yayasan Mitra Mandiri.
Widiastuti, H., 2000. “Manfaat Ungkapan Bagi Komunitas Investasi: Suatu Sintesis”, Dian Ekonomi , Vol. VI. No 2.
Yuningsih, 2001. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktek Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Publik”, FE UMM, Mala



ref : http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-19.html

Akuntansi Sektor Publik

Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai kupasan seminar dan lokakarya, pemahaman sektor publik sering diartikan
sebagai aturan pelengkap pemerintah yang mengakumulasi “utang sektor publik” dan
“permintaan pinjaman sektor publik” untuk suatu tahun tertentu. Artikulasi ini dampak
dari sudut pandang ekonomi dan politik yang selama ini mendominasi perdebatan sektor
publik. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak,
birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi.
Terlihat jelas, dalam artian luas, sektor publik disebut bidang yang membicarakan metoda
manajemen negara. Sedangkan dalam arti sempit, diartikan sebagai pembahasan pajak
dan kebijakan perpajakan. Dari berbagai sebutan yang muncul, sektor publik dapat
diartikan dari berbagai disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain.
Sejarah Akuntansi Sektor Publik
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik
sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih
dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial didalam
masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk pemerintahan.
Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
1. Semangat kapitalisasi (Capitalistic Spirit).
2. Peristiwa politik dan ekonomi (Economic and Politic Event).
3. Inovasi teknologi (Technology Inovation).
Aspek Filosofi Sektor Publik
Pendekatan filosofi yang ada di sektor publik ialah customer approach, market concept,
individualism and self reliance, purchaser/provider split, contarct culture, performace
orientation, kompensasi dan kondisi yang fleksibel. Pilihan-pilihan akan filosofi tersebut
akan menyebabkan perbedaan didalam kebijakan publik. Salah satu contoh adalah
perubahan dari masa orde baru kepada masa reformasi saat ini, dari sentralisasi kepada
desentralisasi, sosial ke mendekati pasar dan birokrasi ke lebih penghargaan konsumen.
Definisi Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme
akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari
berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi
pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan
publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan daripada accrual
base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik
didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat
diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat
sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola
Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai kupasan seminar dan lokakarya, pemahaman sektor publik sering diartikan
sebagai aturan pelengkap pemerintah yang mengakumulasi “utang sektor publik” dan
“permintaan pinjaman sektor publik” untuk suatu tahun tertentu. Artikulasi ini dampak
dari sudut pandang ekonomi dan politik yang selama ini mendominasi perdebatan sektor
publik. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak,
birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi.
Terlihat jelas, dalam artian luas, sektor publik disebut bidang yang membicarakan metoda
manajemen negara. Sedangkan dalam arti sempit, diartikan sebagai pembahasan pajak
dan kebijakan perpajakan. Dari berbagai sebutan yang muncul, sektor publik dapat
diartikan dari berbagai disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain.
Sejarah Akuntansi Sektor Publik
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik
sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih
dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial didalam
masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk pemerintahan.
Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
1. Semangat kapitalisasi (Capitalistic Spirit).
2. Peristiwa politik dan ekonomi (Economic and Politic Event).
3. Inovasi teknologi (Technology Inovation).
Aspek Filosofi Sektor Publik
Pendekatan filosofi yang ada di sektor publik ialah customer approach, market concept,
individualism and self reliance, purchaser/provider split, contarct culture, performace
orientation, kompensasi dan kondisi yang fleksibel. Pilihan-pilihan akan filosofi tersebut
akan menyebabkan perbedaan didalam kebijakan publik. Salah satu contoh adalah
perubahan dari masa orde baru kepada masa reformasi saat ini, dari sentralisasi kepada
desentralisasi, sosial ke mendekati pasar dan birokrasi ke lebih penghargaan konsumen.
Definisi Akuntansi Sektor Publik
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai mekanisme
akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari
berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi
pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan
publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan daripada accrual
base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik
didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat
diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat
sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola



ref : http://ilubis.files.wordpress.com/2008/09/akuntansi-sektor-publik.pdf

pengertian akuntansi manajemen

Pengertian Akuntansi manajemen adalah bagian dari pengertian akuntansi yang bertujuan membantu manajer untuk menjalankan tiga fungsi pokoknya, yaitu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Kehadiran akuntansi manajemen atau sistem informasi manajemen dalam perusahaan merupakan suatu sistem yang akan memberikan informasi kepada manajemen untuk membantu pihak-pihak internal untuk mencapai tujuan organisasinya.

Teknik-teknik dalam akuntansi manajemen membantu manajemen dalam menjalankan fungsi manajemen. Misalnya, menyusun anggaran (budget), melakukan analisis cost, volume, propit (CVP), analisis varian, dan pemilihan sistem pembebanan biaya yang tepat untuk penentuan harga jual. Pemilihan metode ini akan mempengaruhi keakuratan pembebanan biaya ke produk sehingga manajer dapat dengan tepat menentukan harga jual. Dengan demikian, dapat unggul dan bersaing dalam harga.

Dewasa ini pembebanan biaya secara konvensional sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke pembebanan biaya berdasarkan aktivitas/activity based costing system (ABC-system). Dalam perkembangan akuntansi manajemen banyak sekali isu kontemporer dalam teknik-teknik manajemen mulai diterapkan, seperti metode just in time (JIT), total quality management (TQM), target costing, dan orientasi pelanggan.

Penilaian kinerja manajer saat ini sudah mulai mengalami pergeseran. Jika dahulu menilai kinerja seorang manajer cukup hanya dari perspektif keuangan, tetapi sekarang untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif harus dari dua perspektif yang dikenal dengan istilah balanced scorecard. Penilaian kinerja akan dilakukan dari dua sisi, yaitu keuangan (financial) dan non financial seperti penilaian pelanggan/ customer, pertumbuhan dan pembelajaran, serta proses bisnis internal.

Artikel terbaru mengenai akuntansi manajemen ditulis oleh Birnberg G. Jacod (2000) yang membahas tentang peranan riset keperilakuan dalam pendidikan akuntansi manajemen pada abad ke dua puluh satu. Birnberg menjelaskan bahwa materi akuntansi manajemen dalam tiga periode setelah Perang Dunia Kedua berakhir meliputi periode akuntansi biaya (the cost-accounting period), periode akuntansi manajemen modern (the modern management accounting period), periode akuntansi manajemen postmodern (The post-modern management accounting period). Fokus terbaru dalam akuntansi manajemen seperti dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2005) adalah activity based management, customer orientation, cross-functional perspective, total quality management, time as competitive element, efficiency dan E-business




ref : http://www.makalahmanajemen.com/2010/05/pengertian-akuntansi-manajemen.html

pengertian akuntansi biaya

Perusahaan yang mengolah bahan baku untuk menghasilkan barang jadi memerlukan prosedur serta pencatatan tentang proses produksi yang mengolah bahan-bahan tersebut. Pemakaian bahan untuk proses produksi perhitungan biaya produksi untuk menilai persediaan barang jadi ataupun barang setengah jadi dan persediaan bahan yang sedang diproses tetapi belum selesai, kesemuanya ini termasuk dalam bidang akuntansi biaya.
Akuntansi biaya biasanya hanya dianggap berlaku untuk operasi pabrikase, namun dalam dunia ekonomi dewasa ini setiap jenis organisasi dari berbagai ukuran dapat mengambil manfaat dari penggunaan konsep dan teknik akuntansi biaya. Dalam hal ini penulis hanya menerapkan akuntansi biaya sesuai dengan judul skripsi yang ditulis dalam memecahkan suatu masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
Akuntansi biaya juga dapat diartikan sebagai kunci atau alat yang penting guna membantu manajemen dalam melakukan pertimbangan, perencanaan, pengawasan serta sebagai penilaian terhadap kegiatan perusahaan.
Menurut Mulyadi bahwa pengertian Akuntansi Biaya ialah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran terhadapnya.1)
Matz ‑ Usry mendefinisikan akuntansi biaya sebagai berikut :
“Cost accounting sometime call management accounting, should be considered the key managerial partner, furnishing management with the necessary accounting tools to plan and control activities.” 2)
Kemudian Abdul Halim mengemukakan definisi akuntansi biaya sebagai berikut :
“Akuntansi biaya adalah akuntansi yang membicarakan tentang penentuan harga pokok (cost) dari suatu produk yang diproduksi (atau dijual di pasar) baik untuk memenuhi pesanan dan pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan. yang akan dijual.” 3)
Selanjutnya dikemukakan pula definisi akuntansi biaya menurut R. A. Supriyono dalam bukunya Akuntansi Biaya, bahwa :
Akuntansi biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang merupakan alat manajemen untuk memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya.4)
Jadi akuntansi biaya merupakan penentuan harga pokok suatu produk dengan melakukan suatu proses pencatatan, penggolongan dan penyajian transaksi biaya secara sistematis serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya.
Akuntansi biaya dinyatakan oleh Fess and Warren dalam bukunya adalah :
“Cost accounting emphasizes the determination and the control of costs. It is concerned primarily with the costs of manufacturing processes and of manufactured products. In addition, one of the most important duties of the cost accountant is to gather and explain cost data, both actual and prospective. Management uses these data in controlling current operations and in planning for the future. 5)
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa fungsi akuntansi biaya adalah sebagai alat informasi bagi seorang pimpinan dalam rangka pengambilan keputusan. Disamping itu, dikemukakan juga bahwa akuntansi biaya pada umumnya identik dengan manajerial dan sebagai alat bagi seorang manajer dalam merencanakan dan mengontrol serta mengevaluasi kegiatan perusahaan.
Menurut R. A. Supriyono, Akuntansi biaya bertujuan untuk :
Perencanaan dan pengendalian biaya.
Penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dengan tepat dan teliti.
Pengambilan keputusan oleh manajemen. 6)
Adapun menurut Matz and Usry, Akuntansi Biaya mempunyai peranan sebagai berikut :
Menyusun dan melaksanakan rencana dan anggaran operasi perusahaan dalam kondisi yang ekonomis dan bersaing.
Menetapkan metode kalkulasi biaya dan prosedur yang menjamin adanya pengendalian biaya dan jika memungkinkan, pengurangan atau pembebanan biaya.
Menentukan nilai persediaan dalam rangka kalkulasi biaya dan penetapan harga, dan sewaktu-waktu memeriksa jumlah persediaan dalam bentuk fisis.
Menghitung biaya dan laba perusahaan untuk periode akuntansi tahunan atau periode yang lebih singkat.
Memilih alternatif terbaik yang bisa menaikkan pendapatan atau menurunkan biaya.7)
Akuntansi biaya memberikan klasifikasi dan pembagian biaya yang tepat dalam mengontrol bahan baku, bahan penolong, upah tenaga kerja dan biaya-biaya tak langsung menetapkan standar untuk mengukur efisiensi, memberikan data dan menyusun anggaran serta untuk menetapkan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan secara teliti.
Adapun tujuan dari akuntansi biaya adalah untuk menyediakan informasi biaya bagi manajemen guna membantu mereka dalam mengelola perusahaan.
Penentuan harga pokok produk juga merupakan tujuan dari pada perusahaan pabrikase hanya dapat dilakukan jika diadakan pemisahan antara biaya produksi dan biaya non produksi
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka biaya-biaya yang terjadi di dalam perusahaan harus dicatat dan digolongkan sedemikian rupa, sehingga jelas yang mana biaya langsung dan biaya tak langsung yang termasuk biaya produksi dan apa saja yang merupakan biaya non produksi, dengan demikian memungkinkan untuk menentukan harga pokok atau menetapkan biaya produksi secara baik dan teliti. Akuntansi biaya bukanlah tujuan tetapi merupakan alat dari manajemen untuk berbagai tujuan dan keperluan yang dibutuhkan manajemen termasuk pengawasan dan penekanan biaya produk yang dihasilkan.


sumber : http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/04/pengertian-akuntansi-biaya/

kecurangan auditor

Contoh Kasus Kecurangan Auditor

PENELITIAN COSO : KASUS- KASUS KECURANGAN DEKADE 1998-2007
Merujuk pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.
Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.
Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
· Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
· Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
· SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
· Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
· Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
· Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
· Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
· Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
· Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.
Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.” Dokumen penelitian ini dapat diunduh secara gratis di situs web COSO:




ref : www.auditorinternal.com

Rabu, 05 Januari 2011

AKUNTANSI.......

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis".[1] Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.

Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan. Akuntan bersertifikat resmi memiliki gelar tertentu yang berbeda di tiap negara. Contohnya adalah Chartered Accountant (FCA, CA or ACA), Chartered Certified Accountant (ACCA atau FCCA), Management Accountant (ACMA, FCMA atau AICWA), Certified Public Accountant (CPA), dan Certified General Accountant (CGA). Di Indonesia, akuntan publik yang bersertifikat disebut CPA Indonesia (sebelumnya: BAP atau Bersertifikat Akuntan Publik).





ref: http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi

Definisi SIA

Berikut pengertian-pengertian mengenai sistem informasi akuntansi (SIA) :1. Wilkinson (1991)

Sistem informasi akuntansi (SIA) merupakan suatu kerangka pengkordinasian sumber daya (data, meterials, equipment, suppliers, personal, and funds) untuk mengkonversi input berupa data ekonomik menjadi keluaran berupa informasi keuangan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan suatu entitas dan menyediakan informasi akuntansi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Gelinas, Orams, dan Wiggins (1997)

Mendefinisikan sistem informasi akuntansi (SIA) sebagai subsistem khusus dari sistem informasi manajemen yang tujuannya adalah menghimpun, memproses dan melaporkan informsi yang berkaitan dengan transaksi keuangan.




ref: http://blog.re.or.id/definisi-sistem-informasi-akuntansi.htm

Selasa, 04 Januari 2011

perbedaan akuntansi pemerintahan dengan akuntansi bisnis

Karakteristik organisasi pemerintahan berbeda dengan organisasi bisnis. Hal ini berimplikasi pula terhadap praktik akuntansi yang berlaku di kedua organisasi tersebut. Beberapa perbedaan mendasar tersebut berkaitan dengan aspek kepemilikan, mekanisme pertanggungjawaban, standar akuntansi, pendekatan pencatatan, dan regulasi. Berikut penjelansannya:

Kepemilikan. Dalam bisnis, kepemilikan perusahaan dapat diidentifikasi dengan jelas. Modal dinyatakan dalam bentuk saham, sehingga yang disebut pemilik adalah para pemegang saham. Asumsi akuntansi yang kemudian dibuat adalah asumsi kemandirian entitas (economic entity), yakni kepemilikan pemodal hanya sebatas saham yang diinvestasikannnya diperusahaan. Hal ini berbeda dengan organisasi yang disebut pemerintah (daerah), dimana “pemilik”nya adalah masyarakat. Jadi, tidak dikenal istilah modal atau saham.
Mekanisme pertanggungjawaban. Oleh karena pemiliknya berbeda, maka mekanisme pertanggungjawaban operasional dan keuangan juga berbeda antara organisasi bisnis dan pemerintahan. Dalam bisnis, pertanggungjawaban dilaksanakan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sementara dalam organisasi pemerintahan mekanisme pertanggungjawaban dilakukan melalui lembaga perwakilan (representatives) yangd isebut Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (DPR/DPRD).
Standar akuntansi. Standar akuntansi di bisnis berbeda dengan di pemerintahan. Penyusun standar akuntansi untuk bisnis di Indonesia adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni sebuah organisasi profesi yang dibentuk oleh para akuntan, sedangkan penyusun standar akuntansi untuk pemerintahan adalah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), yang terdiri dari para pakar, baik dari pemerintahan maupun dari luar pemerintahan.
Pendekatan pencatatan. Akuntansi pemerintahan merupakan bagian dari mekanisme pertanggungjawaban anggaran. Dalam hal ini, anggaran (APBN/APBD) merupakan dokumen terpenting dan menjadi dasar dalam pelaksanaan aktivitas dan operasional pemerintah (daerah). Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah akuntansi anggaran (budgetary accounting).
Aspek regulasi. Organisasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintahan, seperti kebijakan ekonomi, politik, dan moneter. Oleh karena itu, penganggaran dan akuntansi tidak tergantung pada kebutuhan (mekanisme) pasar, seperti halnya bisnis. Semakin sentralistis pembuatan kebijakan tersebut, maka pengelolaan keuangan (dan akuntansi) pemerintahan juga akan semakin kaku pada aturan.
Persamaan Akuntansi

Istilah Debit dan Kredit menjukkan posisi, yakni posisi sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua istilah ini pertanda bahwa pencatatan harus dilakukan di dua sisi (disebut Double Entry System). Nilai uang di sisi kiri (Debit) dan sisi kanan (Kredit) harus seimbang setiap dilakukan pencatatan (penjurnalan). Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara akuntansi bisnis dan pemerintahan.

Untuk menentukan rekening-rekening (accounts) yang harus didebit atau dikredit pada saat pencataan, maka terlebih dahulu dipahami apa yang disebut dengan persamaan akuntansi (accounting equation). Persamaan dasarnya diambil dari format Neraca, yakni: Aktiva = Pasiva. Jika dijabarkan lebih jauh, maka menjadi: Aktiva = Kewajiban + Ekuitas Dana. Dalam bisnis tidak digunakan istilah ekuitas dana, tetapi modal pemilik (owner’s equity).

Laporan Keuangan

Sama seperti di bisnis, laporan keuangan pemerintahan juga berjumlah 4 (empat), tetapi dengan nama yang berbeda, yakni (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan. Perbedaan utama LK bisnis dan pemerintah (daerah) adalah:

Komponen LRA vs Laporan Rugi Laba (LRL). Komponen LRL ada dua (Pendapatan dan Biaya), sementara komponen LRA ada tiga (Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan). Selisih antara pendapatan dan biaya/belanja di LRL disebut laba atau rugi, sementara di LRA disebut surplus/defisit. Kedua kelompok istilah ini memiliki makna berbeda.
Komponen Neraca. Berbeda dengan Neraca dalam bisnis, rekening-rekening (accounts) dalam Neraca pemerintahan memunculkan istilah baru, di antaranya Dana Cadangan, Ekuitas Dana (Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana Cadangan). Uniknya, jumlah yang tercantum dalam Ekuitas Dana berkaitan langsung dengan nilai yang tercantum dalam Aset (Lancar, Tetap, dan Cadangan).
Komponen Laporan Arus Kas (LAK). Dalam bisnis, komponen LAK ada tiga (aktivitas operasi, investasi, pembiayaan) sedangkan dalam pemerintahan ada empat (aktivitas operasi, investasi non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran).
Rugi/Laba vs Surplus/Defisit. Rugi/Laba menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, yakni memaksimalkan keuntungan (profits), Sementara Surplus/Defisit menunjukkan “hasil” dari pelaksanaan mandat atau kewenangan oleh pemerintah (daerah) berupa anggaran (APBN/D), yang diserahkan oleh lembaga perwakilan (DPRD/D) dalam bentuk kontrak antara DPR/D dan Pemerintah (Daerah) berupa UU atau Perda. Oleh karena itu, jika dalam bisnis memperoleh Laba berarti bagus (sebaliknya: Rugi berarti jelek), maka dalam pemerintahan Surplus atau Defisit tidak berhubungan langsung dengan penilaian bagus atau jelek.



ref: http://syukriy.wordpress.com/2008/11/21/akuntansi-pemerintahan-penjurnalan/

Akuntansi Pajak

Setiap pembayaran/pemungutan/pemotongan pajak yang dilakukan perusahaan adalah transaksi finansial yang harus dicatat sesuai dengan tugas dan fungsi akuntansi.
Pajak mempunyai beberapa sifat sbb :
1. Pajak merupakan Iuran masyarakat kepada pemerintah yang pembayarannya dapat dipaksakan. Karena dapat dipaksakan ini sering petugas pajak berlaku sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga dipicu oleh banyaknya wajib pajak yang tidak memenuhui kewajibannyanya sebagaimana mestinya serta kekeliruan dalam mencatat transaksi, khususnya yang berhubungan dengan pajak. Pemungutan pajak berdasarkan undang-undang dan berpihak kepada kepentingan pemerintah. Banyak pengusaha menilai undang-undang dan pertauran perpajakan tidak kondusif.
2. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
3. Wajib pajak tidak mendapat imbalan jasa (kontraperstasi) secara langsung, akan tetapi wajib pajak mendapat perlindungan dari negara dalam mendapatkan pelayanan sesuai haknya sebagai warga negara.
4. Pajak mempunyai fungsi mengatur sektor sosial, ekonomi maupun budaya.
Berdasarkan cara pemungutannya (khususnya pajak pusat) dapat dibagi atas:
a. Pajak langsung, Pajak Penghasilan, Pajak kekayaan yang dikenakan berulang-ulang pada waktu tertentu sesuai undang-undang. Pajak penghasilan dan pajak kekayaan ditanggung dan dibayar oleh wajib pajak dan tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain.
b. Pajak tidak langsung, Pajak Penjualan, Bea meterai, dikenakan pada saat terjadinya perbuatan/transaksi kena pajak, dapat dipindahkan kepada pihak lain.
Berikut ini adalah beberapa jenis pajak yang secara umum selalu dihadapi oleh perusahaan :
Pajak penghasilan Perseroan : Pajak yang dipungut atas penghasilan (laba bersih)
Walaupun penentuan besarnya Pph, berdasarkan penghasilan bersih menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Akhir, Wajib pajak diminta untuk melakukan angsuaran bulanan. Maka mencatat angsuran pajak perseroan dicatat sebagai beban/Pajak dibayar dimuka.
Beban/Pajak Dibayar dimuka x,xxx,xxx
Kas x,xxx,xxx

Pada akhir tahun Beban/Pajak dibayar dimuka dilakukan penyesuaaian dengan kewajiban pajak sesungguhnya.
Pajak penghasilan karyawan (Pph 21) yaitu pajak menjadi beban karyawan atas penghasilan yang diperoleh. Dengan demikian pajak ini tidak merupakan beban perusahaan. Dalam hal ini perusahaan hanya berkewajiban menghitung dan memotong gaji/upah. Oleh karena itu setiap terjadi pemotongan yang telah dilaksanakan timbul utang kepada pemerintah sampai dlakukan penyetoran ke kas negara.
Jurnal pencatatan PPh 21
a. Pada saat pemotongan (dilakukan pada saat pembayaran gaji)
Biaya Gaji
x,xxx,xxx

……Pajak penghasilan (PPh 21)……Kas ( Gaji yang dibayarkan) x,xxx,xxxx,xxx,xxx




b. Saat menyetor ke kas negara

Pajak penghasilan (pph 21) x,xxx,xxx

…… Kas x,xxx,xxx




Penyetoran pajak pengahasilan (Pph) pasal 21 adalah penyetoran kewajiban karyawan yang dipotong dari penghasilannya sesuai undang-undang yang tidak terkait dengan asset/beban/biaya perusahaan sehingga mencatat penyetoran pajak penghasilah sebagai biaya dibayar dimuka adalah kekeliruan.
Ppn, Biaya meterai adalah pajak yang dikenakan pada saat terjadinya transaksi kena pajak (penjualan), biasanya dibebankan kepada pembeli. PPn merupakan bagian dari beban/biaya bukan Asset dan dapat dipindahkan kepada pihak lain bila barang tersebut dijual. PPn, Biaya meterai juga tidak dicatat sebagai biya dibayar dimuka
Pada saat membeli barang yang dikenakan PPn timbul kewajiban atas PPn (ppn Masukan) yang merupakan bagian dari rekening Pasiva (Hutang). Dalam pembayaran pembelian tersebut sebagian kas yang dibayarkan adalah untuk membayar Utang PPn tersebut. (tidak ada hubungannya dengan biaya dibayar dimuka). Pada saat menjual, perusahaan berkewajiban memungut pajak atas penjualan barang kena pajak,(PPn Keluaran) sehingga timbul utang kepada negara dan hutang tersebut dapat dikompensasikan langsung dengan beban pajak yang terjadi pada saat membeli barang tersebut (Ppn Masukan). Bila PPn Keluaran lebih besar dari PPn Masukan maka pada neraca akan terlihat sebagai hutang sedangkan bila PPn Masukan lebih besar dari pada PPn keluaran tidak akan ditampilkan pada neraca karena dicatat sebagai beban perusahaan. Pencatatan Ppn sebagai biaya dibayar dimuka adalah kekeliruan.
Bertuk Jurnal PPn.
Saat Pembelian
Pembelian/Persediaan barang dagang x,xxx,xxx
Ppn x,xxx,xxx
……Kas/utang x,xxx,xxx




Saat Penjualan
Kas/Piutang x,xxx,xxx
Penjualan x,xxx,xxx
Ppn x,xxx,xxx




Jika Saat pembelian dicatat sebagai persediaan maka
Persediaan x,xxx,xxx
Harga Pokok x,xxx,xxx

Bila pada periode tertentu menaca menunjukan adanya hutanng PPn, maka utang tersebut berarti ppn keluaran lebih besar dari pada ppn masukan dan kelebihan tersebut harus disetor ke kas negara.
Jurnal Pada Saat Penyetoran ke kas negara
PPn x,xxx,xxx
Kas x,xxx,xxx

Ppn tidak pernah menjadi asset perusahaan, pada pt. sinarindo dicatat demikian
Penggunaan dana perusahaan yang disebutkan sebagai piutang pemegang saham, oleh petugas pajak dapat dianggap sebagai penghasilan bagi pemegang saham, dan dikenakan Pph.

Perhitungan PPN.
Ada dua cara untuk menghitung ppn yaitu :
Exclude PPn (Excl) : Yaitu PPn dihitung n % dari nilai jual barang /Jassa kena pajak setelah dikurangi discount.
Include PPn (InCl) : Yaitu Nilai Jual sudah termasuk PPn n %
Non PPn adalah bentuk transaksi hanya berlaku untuk penyerahan barang dan jasa tidak kena pajak.



ref: http://pajak.com/

Pengertian dan Penjelasan Dasar Akuntansi

A. Pengertian dan Definisi Akuntansi

Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.

B. Fungsi Akuntansi

Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer / manajemen untuk membantu membuat keputusan suatu organisasi.

C. Laporan Dasar Akuntansi

Pada dasarnya proses akuntansi akan membuat output laporan rugi laba, laporan perubahan modal, dan laporan neraca pada suatu perusahaan atau organisasi lainnya. Pada suatu laporan akuntansi harus mencantumkan nama perusahaan, nama laporan, dan tanggal penyusunan atau jangka waktu laporan tersebut untuk memudahkan orang lain memahaminya. Laporan dapat bersifat periodik dan ada juga yang bersifat suatu waktu tertentu saja.


ref: http://organisasi.org/pengertian_dan_penjelasan_dasar_akuntansi_definisi_arti_fungsi_dan_kegunaan_belajar_ilmu_akutansi_accounting

teori akuntansi

Teori akuntansi berisi keseluruhan analisis dan komponennya yang menjadi sumber acuan untuk menjelaskan dan memprediksi gejala atau peristiwa dalam akuntansi.

Seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang saling berkaitan secara sistematis yang diajukan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena atau fakta. Seperangkat hipotesis yang bersifat deskriptif sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode ilmiah tertentu.

Dengan demikian, status teori akuntansi akan menjadi sains setara dengan pengertian teori dalam astronomi, ekonomika, fisika, biologi dsb. Ia juga dapat didefinisikan sebagai sains yang berdiri sendiri yang menjadi sumber atau induk pengetahuan atau praktik akuntansi.

Teori akuntansi akan merupakan seperangkat hipotesis yang bersifat deskriptif sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode ilmiah tertentu.

Istilah ini juga sering dimaksudkan sebagai suatu penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan tentang perlakuan akuntansi tertentu dan tentang struktur akuntansi yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu.

Teori akuntansi membahas proses pemikiran atau penalaran untuk menjelaskan kelayakan prinsip atau praktik akuntansi tertentu yang sudah berjalan atau untuk memberikan landasan konseptual dalam penentuan standar atau praktik yang baru.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa teori akuntansi merupakan penalaran logis, gagasan-gagasan mendasar, atau gagasan-gagasan yang berkaitan dan konsisten.

Proses penalaran logis tersebut dapat disebut sebagai perekayasaan. Hasil perekayasaan dalam hal ini dapat berupa seperangkat prinsip umum, seperangkat doktrin, atau suatu struktur/kerangka konsep-konsep yang terpadu.

Prinsip umum, doktrin, atau kerangka tersebut berfungsi untuk:

Acuan pengevaluasian praktik akuntansi yang berjalan
Pengarah pengembangan praktik dan prosedur akuntansi baru
Basis penurunan standar akuntansi
Titik tolak pengujian dan perbaikan praktik berjalan
Pedoman pemecahan masalah potensial
Perspektif Teori Akuntansi

Bila akuntansi diberlakukan sebagai sains, teori akan merupakan penjelasan ilmiah. Bila akuntansi diberlakukan sebagai teknologi, teori ini diartikan sebagai penalaran logis. Manapun perlakuan yang dianut, teori ini akan berisi pernyataan-pernyataan yang berupa baik penjelasan ataupun pembenaran tentang suatu fenomena atau perlakuan akuntansi.

Aspek Sasaran Teori

Aspek sasaran ini mendasari pembedaan teori akuntansi menjadi positif dan normatif. Penjelasan positif berisi pernyataan tentang sesuatu seperti apa adanya sesuai dengan fakta atau apa yang terjadi atas dasar pengamatan empiris.

Penjelasan normatif berisi pernyataan dan penalaran untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk atau relevan atau tak relevan dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomik atau sosial tertentu.

Aspek Tataran Semiotika

Teori ini dapat dibedakan atas dasar sasaran bahasan dan pemahaman menjadi:

Semantic, berusaha menjawab apakah elemen-elemen statement keuangan benar-benar merepresentasikan apa yang memang dimaksudkan dan untuk meyakinkan bahwa makna yang terkandung dalam simbol pelaporan tidak dislahartikan oleh pemakai.
Sintaktik, berusaha untuk memberi penjelasan dan penalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan, kapan dilaporkan dan bagaimana melaporkannya.
Pragmatic, membahas reaksi pihak yang dituju oleh informasi akuntansi. Apakah informasi sampai ke yang dituju dan diinterpretasi dengan tepat merupakan masalah keefektifan komunikasi.
Verifikasi teori merupakan prosedur untuk menentukan apakah suatu teori valid atau tidak.

* Teori akuntansi normatif dievaluasi validitasnya atas dasar penalaran logis yang melandasi teori yang diajukan.

* Teori akuntansi positif dinilai validitasnya atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi



ref:http://www.anneahira.com/artikel-umum/teori-akuntansi.htm

Senin, 03 Januari 2011

the big four

The Big 4 atau kadang ditulis The Big Four merupakan empat kantor akuntan berskala internasional yang terbesar saat ini, yang menangani sebagian besar audit bagi perusahaan, baik terbuka (public) maupun tertutup (private). Kantor akuntan yang menjadi The Big Four firms adalah sebagai berikut:

Deloitte Touche Tohmatsu

PricewaterhouseCoopers

Ernst & Young

KPMG

Sebelumnya, kelompok kantor akuntan terbesar ini disebut sebagai “Big Eight” sebelum adanya serangkaian merger dan liquidasi Arthur Andersen yang terlibat skandal Enron pada tahun 2001.

Big 8 (sampai dengan tahun 1989)
Kantor-kantor akuntan yang disebut sebagai the Big 8 menggambarkan dominasi delapan kantor akuntan terbesar pada abad ke-20, yaitu:
1. Arthur Andersen
2. Arthur Young & Company
3. Coopers & Lybrand
4. Ernst & Whinney (sampai dengan 1979 Ernst & Ernst bermarkas di US dan Whinney Murray di UK)
5. Deloitte Haskins & Sells (sampai dengan 1978 Haskins & Sells bermarkas di US dan Deloitte Plender Griffiths di UK)
6. Peat Marwick Mitchell (yang kemudian berubah menjadi Peat Marwick)
7. Price Waterhouse
8. Touche Ross
Sebagian besar the Big 8 merupakan aliansi antara firma yang berasal dari British dan US pada abad ke-19 atau awal abad ke-20. Price Waterhouse merupakan UK firm yang kemudian membuka cabang di US pada 1890 dan kemudian terpisah dan berdiri sendiri. Firma Peat Marwick Mitchell merupakan gabungan firma US dan UK dan menggunakan nama yang sama pada tahun 1925. Firma lainnya menggunakan nama yang berbeda untuk domestic business (tidak menggunakan nama bersama/common names), antara lain Touche Ross tahun 1960, Arthur Young (at first Arthur Young, McLelland Moores) tahun 1968, Coopers & Lybrand tahun 1973, Deloitte Haskins & Sells tahun 1978 dan Ernst & Whinney tahun 1979.
Big 6 (1989-1998)
Kompetisi diantara kantor akuntan semakin intensif dan the Big 8 menjadi the Big 6 pada Juni 1989 ketika Ernst & Whinney merger dengan Arthur Young mejadi Ernst & Young serta Deloitte, Haskins & Sells merger dengan Touche Ross menjadi Deloitte & Touche pada Agustus 1989.
Selengkapnya the Big Six mencakup:
1. Arthur Andersen
2. Coopers & Lybrand
3. Ernst & Young (Ernst & Whinney and Arthur Young & Company merged in 1989)
4. Deloitte & Touche (Deloitte Haskins & Sells and Touche Ross mergen in 1989)
5. Peat Marwick Mitchell
6. Price Waterhouse
Big 5 (1998-2002)
The Big 6 menjadi the Big 5 pada Juli 1998 ketika Price Waterhouse merger dengan Coopers & Lybrand menjadi PricewaterhouseCoopers.
Selengkapnya the Big 5 adalah:
1. Arthur Andersen
2. Ernst & Young
3. Deloitte & Touche
4. Peat Marwick Mitchell
5. PricewaterhouseCoopers (Price Waterhouse and Coopers & Lybrand merged in 1998)
Big 4 (2002-sekarang)
Kasus kolapsnya Enron telah menyeret Arthur Andersen, yang mengadit laporan keunagan Enron, ke dalam serangkaian penyelidikan oleh otoritas bursa US. Hasil penyelidikan menyimpulkan Arthur Andersen terlibat dalam skandal tersebut. Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar. Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor akuntan di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya. Di UK, para partner Arthur Andersen setempat kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Indonesia, para partner Arthur Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst & Young.
The big 4 selengkapnya adalah:
1. Ernst & Young
2. Deloitte Touche Tohmatsu
3. KPMG
4. PricewaterhouseCoopers

Afiliasi di Indonesia
Kantor akuntan publik di Indonesia yang berafiliasi dengan the big four adalah:I

1. KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja – affiliate of Ernst & Young
2. KAP Osman Bing Satrio – affiliate of Deloitte
3. KAP Sidharta, Sidharta, Widjaja – affiliate of KPMG
4. KAP Haryanto Sahari – affiliate of PwC
Mergers and developments
Struktur merger dan development kantor akuntan terbesar tersebut adalah sebagai berikut:
Arthur Andersen
Developed from Andersen, Delany
Ernst & Young
Arthur Young
Ernst & Whinney
Ernst & Ernst (US)
Whinney Murray (UK)
Whinney, Smith & Whinney
PricewaterhouseCoopers
Coopers & Lybrand
Cooper Brothers (UK)
Lybrand, Ross Bros, Montgomery (US)
Price Waterhouse
Deloitte Touche Tohmatsu
Deloitte & Touche
Deloitte Haskins & Sells
Deloitte Plender Griffiths (UK)
Haskins & Sells (US)
Touche Ross
Touche, Ross, Bailey & Smart
Ross, Touche (Canada)
George A. Touche (UK)
Touche, Niven, Bailey & Smart (US)
Touche Niven
Bailey
A. R. Smart
Tohmatsu & Co. (Japan)
KPMG
Peat Marwick Mitchell
William Barclay Peat (UK)
Marwick Mitchell (US)
KMG
Klynveld Main Goerdeler
Klynveld Kraayenhof (Netherlands)
Thomson McLintock (UK)
Main Lafrentz (US)
Deutsche Treuhand Gesellschaft (Germany)





ref:http://natawidnyana.wordpress.com/

langkah - langkah menjadi auditor IT

1. Syarat utamanya adalah kemampuan analisa yang baik, audit IT sebagaimana audit keuangan dasarnya adalah logika. Semakin baik logika tentunya hasil pekerjaan auditnya lebih baik. Tapi penilaiannya agak susah, sehingga paling gampang adalah kemampuan komputer dan akuntasi yang baik. Praktisnya, kalau kamu dari jurusan akuntasi atau IT atau variannya misal komputerisasi akuntasi artinya background kamu dah cukup untuk jadi IT auditor. Tinggal apply ke perusahaan atau buka kantor audit / konsultan sendiri. Dengan begitu kamu sudah menjadi IT auditor. Gampang kan :)

2. Ya, sebagaimana konsultan perminyakan yang mempelajari tentang dasar minyak bumi. Auditor IT harus menguasai semua hal yang berhubungan dengan IT mulai dari network sampai programming. Masalahnya tinggal sedalam apa, ini yang perlu pelan-pelan.

3. Tes, standar-standar saja dari psikologi, logika, bahasa inggris

4. Biasanya KAP-KAP menawarkan tempat untuk kerja praktek atau magang, mulai dari sana saja dulu. Syukur-syukur bisa ikut dalam rekrutmen terbukanya. Kesempatannya seperti ini biasanya terbuka lebar saat akhir tahun.



sumber:http://priandoyo.wordpress.com/